Disclaimer
Detective Conan (c) Gosho Aoyama
Ran's Riddle (c) Hanny Tsukiyomi
-= RAN'S RIDDLE =-
.chapter I.
-the riddle-
-hanny tsukiyomi-, 2010
-
Ran's POV
"Hiks… Hiks…"
"Hey, sudahlah, Ran. Berhentilah menangis," kata Shinichi.
"Bagaimana kau bisa tenang setelah melihat 'hal seperti itu' ???" teriakku membela diri.
"Aku
"Huwaaa~~!!!" Tangisanku membuat Shinichi panik.
"H-hei, lupakan saja hal itu, oke? Err… Maksudku… Hal seperti itu sering terjadi,
"TENTU SAJA TIDAK!!!"
Shinichi tak memperhatikan teriakanku. Pandangannya tertuju pada seseorang berjubah dan berkacamata hitam yang tampak mencurigakan. Sepertinya dia orang yang ada di bangku paling belakang roller coaster bermasalah tadi (a/n : baca File 001 Detective Conan).
"Maaf, Ran," kata Shinichi tiba-tiba, "Pergilah duluan! Nanti aku akan menyusulmu!" Dia berlari ke arah orang mencurigakan tadi menghilang.
"Eh? Tunggu! Shinichi!" Aku berlari mengejarnya. Sayangnya, aku kehilangan jejak Shinichi. Tapi aku tak menyerah. Aku terus mencarinya. Sikap macam apa ini? Meninggalkanku sendirian di kencan pertama yang kunanti-nanti.
"Nah, Pak Direktur…" terdengar suara berat seorang laki-laki dari balik sebuah bangunan. Aku langsung mengenali suara itu. Suara salah seorang dari laki-laki berjubah hitam yang ada di roller coaster. Aku berjalan mengendap-endap ke arah suara itu. Dan benar saja, dia adalah orang yang tadi diperhatikan oleh Shinichi tadi. Tampaknya ia sedang melakukan transaksi terlarang dengan seseorang.
Aku melihat Shinichi ada di bangunan di seberang. Aku ingin memanggilnya, tapi tentu saja aku sadar situasi. Bisa-bisa aku dan Shinchi ketahuan oleh mereka..
Aku baru saja hendak pergi dari tempat berbahaya itu ketika tiba-tiba saja ada yang menyekapku dari belakang.
3rd Person POV
Laki-laki berambut pirang panjang itu berdiri di sebelah Ran yang tak sadarkan diri. Tatapan matanya yang dingin tertuju pada Ran. Tak berapa lama, rekan berkacamatanya datang.
"Aniki?! Siapa orang ini?" tanyanya terkejut.
"Hanya seekor tikus kecil yang mencoba memata-matai kita," jawab orang yang dipanggil Aniki itu.
"Apa kita harus membunuhnya?"
"Ya, tapi tentu saja tanpa pistol. Polisi masih banyak yang berkeliaran karena kasus tadi," dia mengeluarkan kotak berisi selusin pil aneh. "Kita gunakan ini. Racun mematikan yang sedang dikembangkan oleh organisasi. Kita belum pernah mencobanya terhadap manusia, jadi dia akan jadi kelinci percobaan kita."
Dia meminumkan sebuah pil dari kotak itu kepada Ran dan kemudian beranjak pergi dari tempat itu.
Ran's POV
Panas!!!
Apa ini??
Apa yang terjadi???
Tulang-tulangku… rasanya meleleh!!
Si, sial!
…
Aku tak tahu berapa lama aku tak sadarkan diri. Begitu sadar, aku telah berada di sebuah bangsal rumah sakit.
"Tok tok!" pintu ruangan terbuka. Tampak seorang suster membawa beberapa obat untukku.
"Ah, kau sudah sadar, dik?" katanya sambil tersenyum. Aku mengangguk.
"Sepertinya kondisi tubuhmu mulai membaik. Apa kau ingat kenapa kau bisa tak sadarkan diri? Polisi menemukanmu di gedung yang baru dibangun di
Ah, tentu saja aku ingat. Saat itu aku sedang mengejar Shinichi. Lalu…
"Akh!" rasanya kepalaku sakit sekali. Mungkin karena pengaruh obat bius itu.
"Adik kecil, kau tak apa?"
'Adik kecil'? Siapa yang dipanggilnya 'adik kecil'?
"Sepertinya kau masih perlu istirahat, berbaringlah dulu," katanya sambil membenahi selimutku. Kenapa dia memanggilku 'adik kecil'? Aku
"Cklek," terdengar suara pintu dibuka.
"Ah, pak Inspektur. Anak ini sudah sadar," kata suster itu pada orang yang membuka pintu tadi. Orang yang dipanggil inspektur itu mendekat ke arahku hingga aku dapat melihat wajahnya. Astaga! Ini
"Inspektur Megure!" seruku spontan.
"Eh? Kau tahu namaku?"
"Tentu saja! Kita
"Oh ya?" situasi ini membingungkanku. Kenapa dia tak mengenaliku? Padahal baru saja kami bertemu di
"Siapa namamu, Nak?" pertanyaan itu membuatku terkejut.
"Anda tak mengenali saya?" sepertinya pertanyaanku membuatnya bingung. Dia kemudian berdiskusi sebentar dengan suster yang merawatku.
Aneh! Ini benar-benar aneh! Apa yang terjadi? Beberapa kali dia menyebut 'anak SD', '7 tahun', dan sebagainya. Sementara mereka berdiskusi, aku melompat turun dari tempat tidur. Aneh. Tinggi sekali tempat tidur ini! Rumah sakit macam apa, sih?
Aku lalu melihat papan nama yang ada di tempat tidur tempatku berbaring tadi.. Astaga! Apa mereka benar-benar tak bisa membedakan anak SD usia 7 tahun dengan anak SMA berusia 17 tahun?
Aku berjalan mengitari ruangan. Sepertinya mereka tak menyadari kalau aku tak ada di tempat tidur. Kemudian secara tak sengaja aku melihat bayanganku di cermin yang tergantung tak terlalu tinggi dari lantai.
Apa??!!! Ini aku???
Lututku melemas begitu aku menyadari sesuatu yang terpantul di cermin. Bayanganku! Bayangan diriku saat berusia 7 tahun!
Astaga! Apa yang sebenarnya terjadi?
Segera terpikir olehku untuk melarikan diri dari rumah sakit aneh ini. Semua ini benar-benar membuatku bingung! Aku melongok ke jendela yang terbuka. Bagus. Aku ada di lantai satu. Aku langsung melompat melalui jendela dan berlari sekencang-kencangnya.
Ah, aku tahu tempat ini. Rumah sakit ini cukup dekat dari rumahku. Aku segera berlari pulang. Baru beberapa ratus meter aku berlari, napasku sudah tersenggal-senggal. Apa tubuhku benar-benar mengecil? Masa berlari segitu saja sudah ngos-ngosan? Huft, akhirnya aku sampai di rumah.
"Otousan!!!" teriakku sambil membuka pintu.
"Huwaaa!!!" ayahku berteriak bingung. Kaleng-kaleng bir di mejanya jatuh berantakan. "Si-siapa kau, anak kecil??? Seenaknya saja membuka pintu rumah orang dan memanggilku 'otousan'!! Hush!
"Otousan! Ini aku Ran!! Kau tak mengenaliku?" tanyaku setengah pasrah.
"Ran?! Hahahahahahahahahahaha!!!!!! Bercandamu keterlaluan, nak! Kau memang mirip dengan Ran saat kanak-kanak, tapi putriku itu sekarang sudah 17 tahun! Hahahahaha!!!!!! Jangan coba menipuku, ya!"
"Tousan, ini memang benar aku! Aku tidak tahu kenapa, yang jelas tubuhku dibuat mengecil oleh seseorang yang mencurigakan di
"Oh ya?"
Mataku berkaca-kaca. Rasanya aku sudah tak kuat menahan tangis lagi.
"Huwaaa~~!!!!"
…
Ayahku menenangkanku hingga aku berhenti menangis. Setelah tangisku reda, ayah bertanya, "Hei, Nak. Apa kau benar-benar Ran putriku?"
Aku mengangguk, "Sudah kukatakan,
Ayah tampak ragu-ragu. Terlintas sebuah ide di benakku.
"Otousan tak percaya? Kalau begitu, biarkan aku tinggal di rumah ini malam ini. Akan kubuktikan kalau aku adalah Ran!"
Tanpa persetujuan dari ayah, aku berlari ke kamarku.
Mouri Tantei Office
Kogoro's POV
Gadis kecil ini sinting! Kenapa dia ngotot kalau dirinya adalah Ran? Padahal itu tak akan berhasil untuk menipuku.
Aku penasaran dan mengikutinya ke dalam kamar. Tampak gadis kecil itu dengan cekatan membuka kardus berisi pakaian-pakaian Ran saat kecil. Aneh, dari mana dia tahu kalau pakaian Ran ada di situ?
Kemudian dia berlari untuk mandi. Sempat-sempatnya dia mandi di saat begini. Di rumah orang pula! Beberapa menit kemudian setelah dia sudah selesai berpakaian, dia menghampiriku.
"Akan kubuatkan makan malam kesukaan Otousan. Agar Otousan percaya kalau aku adalah Ran!" katanya padaku. Dia kemudian berlari lagi ke kamar dan mengambil beberapa lembar uang. Hei, hei! Jangan-jangan anak ini hendak mencuri uangku?
"T-tunggu dulu, nak! Seenaknya saja kau mengambil uang itu! Kau pikir uang itu milik siapa?"
"Uang ini milikku! Hasil tabuunganku!" serunya.
Tanpa menunggu jawabanku, anak itu berlari ke luar sambil berteriak, "Akan kubelikan beberapa kaleng bir juga untuk Otousan! Untuk sehari ini saja akan kubebaskan otousan untuk minum beberapa kaleng, tapi tak lebih dari
Hah… Anak ini merepotkan.
Tentu saja aku tak membiarkannya lari begitu saja dengan membawa uang milik Ran. Aku mengikutinya. Dia berbelanja beberapa bahan makanan. Tampaknya dia mengerti betul tempat itu. Ya, Ran memang terbiasa belanja. Tapi tentu itu tak membuktikan kalau gadis ini benar-benar Ran.
Dia kemudian pergi ke minimarket dan membeli beberapa kaleng bir untukku. Ya, bir yang dibelinya memang bir favoritku. Ah, dia tentu bisa mengetahuinya dari kaleng-kaleng bir yang berantakan di mejaku.
Setelah keluar dari minimarket, ia berjalan pulang. Aku cepat-cepat kembali ke rumah agar dia tidak mengetahui kalau aku membuntutinya.
Aku sampai di rumah sebelum gadis kecil itu kembali. Hah… Hari ini benar-benar membuatku bingung. Kalau memang benar anak itu adalah Ran, mana mungkin dia bisa sekecil itu? Dan kalau dia bukan Ran, kemana Ran yang asli? Sampai jam segini dia belum pulang!
"Tadaima~" seru si gadis kecil itu sambil membuka pintu.
"Dari mana saja kau? Kau bawa lari kemana uangku?" tanyaku pura-pura tak peduli.
"Itu uang 'ku' utousan!" katanya sewot.
"Terserah kau lah! Mau kau apakan bahan-bahan itu?"
"Untuk membuatkan otousan makan malam. Apa tousan tidak ingin makan malam?" dia berkata sambil berjalan ke dapur. Aku mengawasinya. Dengan cekatan ia membuatkan makanan favoritku. Dia hapal dimana letak barang-barang dan bumbu-bumbu.
"Nah, otousan. Masih tidak percaya kalau aku adalah Ran?"
"Tentu saja masih!" jawabku. Gadis kecil itu tertunduk lesu. Tapi kemudian dia mendongakkan kepalanya dengan semangat. Wajahnya terlihat serius.
"Kalau begitu akan kusebutkan semua yang aku tahu tentang otousan!! Juga tentang okaasan!"
Dia menyebutkan satu persatu peristiwa yang terjadi dalam keluargaku secara terperinci dan jelas. Bahkan sebagian mungkin tak ku ingat sampai dia menyebutkannya.
"K-kau… Kau memang Ran putriku!!!" seruku terkejut. Ran kecil terduduk lemas. Wajahnya terlihat lega.
Kudo Family House
Shinichi's POV
Huft… Peristiwa tadi benar-benar mendebarkan. Untuk aku tidak ketahuan. Mungkin saja itu tadi laki-laki berambut pirang panjang yang ada di roller coaster bersama orang yang bertransaksi itu.
Aku baru saja akan membuka pintu ketika sebuah ledakan kecil muncul dari rumah tetanggaku. Astaga, professor aneh ini lagi-lagi mebuat penelitian yang membahayakan.
"Uhuk… Uhuk… !"
Terdengar suara seseorang dari balik kepulan asap. Aku langsung menghampiri professor Agasa dan menolongnya.
"Apa-apaan ini?" tanyaku.
"Ahahaha… Hanya sedikit kecelakaan dalam percobaan, Shinichi," jawabnya sambil tertawa setengah terpaksa.
"Sedikit? Setidaknya orang yang cerdas tidak akan memakai ikat pinggang hasil penemuannya yang belum pernah diujicoba sebelumnya di pinggangnya sendiri." Kataku setelah melihat kerutan di baju yang dipakainya. Bagian pinggangnya tampak gosong.
"Ah, sudahlah. Ngomong-ngomong, bagaimana kencanmu dengan Ran?"
Dengan semangat kuceritakan kasus yang kupecahkan tadi sambil membimbing professor masuk ke dalam rumah. Tentu saja kuceritakan juga tentang transaksi yang tadi kulihat.
"Wah… Sepertinya kau senang sekali."
"Ya, tentu saja. Aku ingin menceritakan soal transaksi itu pada Ran. Tapi tampaknya dia sudah pulang duluan," kataku menerawang. "Apa tadi ada telepon dari Ran?"
"Tidak… Tidak ada…"
"Hm… Begitu…"
Mouri Tantei Office
Ran's POV
Ahh… Akhirnya ayah menyadarinya. Aku lega sekali.
"Ngomong-ngomong, bagaimana kau bisa jadi seperti ini?"
Kuceritakan semua hal yang kuingat dengan detail. Ayahku mendengarkan dengan seksama.
"Lalu, apa kau juga menceritakan hal ini pada bocah detektif itu?" tanya ayahku sinis.
"Maksud otousan Shinichi? Belum… Aku tidak tahu harus bilang apa padanya," kataku.
"Lebih baik jangan," kata otousan. Raut mukanya terlihat serius. "Mungkin kau dalam bahaya."
Aku tak tahu apa maksud perkataan ayahku, tapi aku menurut saja ketika dia bilang aku tak boleh menceritakannya pada siapapun.
-Kudou Family House, Monday-
Shinichi's POV
Aku membuka mataku perlahan. Sepertinya tadi ada suara aneh yang membuatku bangun... Tapi begitu aku membuka mata, yang bisa kulihat dari jendela hanyalah langit pagi yang suram dan berkabut…
Eh? Berkabut? Tunggu dulu! Ini bukan kabut, tapi asap!
Professor!!!
Terlihat olehku dari jendela seperempat tembok rumah Professor Agasa yang tepat berada di sebelahku hancur berantakan. Astaga… Pagi-pagi sudah bikin kacau! Aku lalu berganti pakaian dan bergegas ke rumahnya. Benda aneh apa lagi yang dibuatnya?
Professor Agasa tampak terbatuk-batuk di tengah kepulan asap -lagi-. Aku menghampirinya.
"Ada apa lagi ini, professor? Ini baru jam 6 pagi dan rumahmu sudah hancur berantakan!" seruku padanya.
"Hahaha... Hanya sedikit korsleting listrik..." elaknya.
"Huh... Dasar professor!"
"Sudahlah... Aku bisa membereskannya sendiri, Shinichi," katanya saat aku mendekati reruntuhan bangunan untuk membersihkannya.
"Kalau begitu biar kurawat lukamu!"
"Tak perlu... Ngomong-ngomong, apa Ran sudah meneleponmu?" katanya mengalihkan pembicaraan. Aku membantunya berdiri.
"Belum... Semalaman dia tidak meneleponku. Mengirim email pun tidak. Perasaanku tidak enak. Jangan-jangan ada sesuatu..." kataku cemas. Professor tampak khawatir.
"Lebih baik kau segera ke rumahnya. Mudah-mudahan dia baik-baik saja."
-Mouri Tantei Office-
3rd Person POV
Detektif SMU itu telah sampai di rumah detektif Mouri. Perasaan aneh menggelayuti hatinya.
"Tingtong~" Shinchi membunyikan bel.
"Ya... Tunggu sebentar..." terdengar suara seorang anak kecil dari dalam. Shinichi terkejut. Dia yakin ini bukan suara Ran, tapi ia merasa pernah mendengar suara ini. Entah kapan dan dimana. Suara yang sudah sejak lama terekam di dalam memorinya. Tapi suara siapa?
"Cklek!" pintu dibuka. Seorang gadis kecil berambut hitam yang dikuncir dua.
"Shinichi!" seru Ran spontan.
"Ha?!" Shinichi terkejut.
"Shi-" Ran menutup mulutnya. Dia baru ingat kalau dia harus menyembunyikan identitasnya.
"A-anu... Ran ada??" tanya Shinichi setengah shock.
"E,eehh... Di-dia..."
.
.
to be continued
a/n : this is my first fanfiction so far ... sorry kalo geje,, full typo,, de el el :D
0 komentar:
Posting Komentar
komen...komen...komen...