…Titik Terang – Misteri Malam di Kaki Bukit Part II…
Jam menunjukkan pukul 11 malam. 6 jam sudah Rian dilaporkan menghilang. Tyo belum juga menghubungi. Semua masih menanti dengan cemas. Sunyi.
“Tim SAR juga belum nemuin Rian. Kita berdoa aja dulu,” kata Indera setelah dia selesai menelepon. Wajahnya tampak lelah, matanya sembab. Tentu saja dia panik, Rian adalah sahabat baiknya. Dia tak ingin terjadi sesuatu pada teman masa kecilnya itu.
Waktu terus berputar. Air mataku tak bisa berhenti mengalir. Rian pasti ketemu. Dia pasti selamat. Aku terus menenangkan diri. Sinta masih sibuk menghubungi handphone Tyo dengan panik. Matanya merah dan berair.
“Handphone Tyo nggak bisa dihubungi,” keluhnya. Wajah teman-teman semakin lesu. Air mataku semakin deras.
“Udah, Ta. Jangan nangis lagi. Rian pasti ketemu kok,” Nina mencoba menghiburku, meskipun dia sendiri juga cemas. Semua yang ada di villa komat-kamit, berdoa. Erni menyalakan televisi. Siapa tahu ada berita yang membantu.
“Headline News. Pemirsa, telah terjadi longsor di kawasan wisata Air Terjun Kaki Bukit.”
“Hei. Ini air terjun yang kita tuju tadi, kan?” tanya Erni cemas, “Rian pamit mau ke sana. Jangan-jangan…”
“Sshhhtt…” Indera mengisyaratkan Erni untuk diam. Wajahnya tampak serius.
Berita berlanjut, “Penduduk sekitar menemukan satu orang korban tewas tertimbun longsoran. Korban berusia sekitar 16 tahun dan diduga adalah pengunjung kawasan wisata ini.”
“Apa?!” semua temanku terperanjat. Termasuk aku.
“Identitas korban saat ini masih belum diketahui.”
Identitasnya belum diketahui. Belum tentu itu Rian. Nggak mungkin itu Rian. Aku memandang semua teman-temanku. Sepertinya mereka berpikiran sama denganku.
“Sin, coba kamu telepon lagi hape Tyo!” perintah Indera. Sinta menurut. Dia memencet tombol redial di hapenya. Semua menanti dengan cemas. Jauh lebih cemas dari sebelumnya. Sinta masih mencoba menghubungi. Tak lama kemudian, wajahnya tampak putus asa. Dia menggeleng lemas.
Satu jam menanti, Tyo tak juga menghubungi. Mataku sembab. Air mataku sudah kering, meski hatiku masih ingin menangis. Ya Tuhannnn… Selamatkan Rian…!!!
Tiba-tiba handphone Indera berdering. Ada pesan masuk. Dengan tergesa-gesa dia membukanya.
“SMS dari Tyo!” serunya.
“Apa isinya, Ndera???” tanya teman-teman, serempak.
From : Tyo
“Gw&tim SAR uda nemuin jejak Rian. Klian bdoa aja utk yg tbaek. D sni jrng ada sinyal. Gw g bs sring2 ngabarin lo”
“Dikirim jam 9 tadi. Kayaknya emang bener-bener susah cari sinyal di sana,” keluh Indera.
Tapi, teman-teman sudah agak tenang. Semoga saja satu petunjuk itu bisa membawa Tyo dan tim SAR ke Rian, dan Rian bisa ditemukan dalam keadaan selamat. Tapi, aku masih belum bisa lega. Perasaanku benar-benar tidak enak.
“Minum dulu, Ta…” Nina menodorkan segelas air putih padaku. Aku meminumnya pelan-pelan. Mencoba untuk tenang.
Terdengar suara deru mobil mendekat ke villa. Tyo-kah? Aku mendongak, melihat ke luar jendela.
“Temen-temen! Itu Tyo dateng!!” seru Gita berjingkrak-jingkrak girang. Semua langsung berhamburan keluar dari villa.
“Yo! Gimana Yo, udah ketemu kan? Rian nggak pa-pa kan?” tanya Angel begitu sampai di mobil. Tyo mengangguk lemah. Wajahnya tampak sangat muram.
“Kenapa, Yo? Rian mana? Rian kenapa???” aku bertanya cemas. Tyo menghela napas. Perasaanku sangat tidak enak.
“Rian mana, Yo? Rian mana???” air mataku mengalir lagi. Aku melongok ke mobil ambulans yang ada di belakang mobil Tyo. Kenapa ada ambulans segala?
Dua orang petugas medis menurunkan sesuatu dari mobil. Tempat tidur?! Ah, ada sesuatu di atasnya. Tertutup kain putih.
Aku segera berlari ke arah ambulans dan membuka kain putih yang menutupi ‘sesuatu’ itu. Petugas medis yang ada di situ tak sempat mencegahku.
Begitu kubuka, tampak wajah seseorang yang sangat kukenal. Sangat ku sayangi. Sangat kurindukan. Aku tidak mampu lagi berdiri.
“Riiiiiiiaaaaaaaaaaaaannnnnnnnnnnnnnnn!!!!!!!!!!!!!!!!!”
***
Aku terbangun. Kulihat sekeliling. Aku masih di kamar penginapan, rupanya. Kupegang dahiku. Basah dengan keringat. Ya Tuhan, ternyata aku mimpi buruk. Rasanya bener-bener nyata.
Aku masih mencoba mengatur napasku dan menenangkan diri saat hapeku berbunyi. SMS.
1 new message
Ree_yann^^
Syukurlah, kejadian itu benar-benar mimpi! Aku tersenyum girang. Kulihat jam di hapeku. Jam 16.04 tanggal 4 April. Sama dengan waktu Rian mengirim pesan kepadaku di mimpi itu. Kubuka pesannya.
From : Ree_yann^^
“Aku mau ngambil barang yang ketinggalan di air terjun dulu ya, Ta.”
Hah? Sama persis dengan yang ada di mimpiku. Aku segera merapikan rambutku dan berlari ke ruang tamu. Nina, Sinta, Erni, dan yang lainnya masih menonton televisi.
Tanpa banyak bicara, aku bertanya pada mereka, “Rian mana?”
“Rian? Ngapain kamu nyariin Rian?” Sinta menatap curiga. Astaga, aku lupa kalau dia juga menyukai Rian. Bodoh sekali aku bertanya padanya. Itu hanya akan memperburuk suasana.
“Oh, Rian tadi katanya mau keluar sebentar,” sahut Indera yang tiba-tiba muncul.
“Keluar? Ke mana?” Indera mengangkat bahu. Sinta masih menatapku curiga. Ah, bukan dia masalahku sekarang. Kulihat di sofa, handphonenya tertinggal. Lagi-lagi, sama dengan mimpiku.
Aku mencarinya keluar. Syukurlah, dia masih di sana. Tampaknya motornya bermasalah.
“Rian!” seruku. Aku segera berlari ke arahnya.
“Tata?”
“Syukurlah…!” seruku girang. Aku belum terlambat. Bisa-bisa, apa yang terjadi di mimpiku jadi kenyataan. Rian menatapku heran.
“Kamu nggak papa kan Yan?”
“Aku nggak papa. Emang seharusnya aku kenapa?” Rian tersenyum, tapi wajahnya masih keheranan.
“Nggak papa. Nggak papa. Kamu nggak papa kok!”
Aku berlutut di samping motor Vixion milik Rian, tersenyum bahagia dan lega.
“Kamu jangan kemana-mana ya! Kamu di sini aja. Please, jangan balik ke air terjun, ya! Please!” pintaku.
Rian berjongkok di sebelahku. Tersenyum, dan mengacak-acak rambutku.
“Iya… Iya… Aku nggak akan kemana-mana. Kenapa senyum-senyum gitu sih? Dasar anak aneh,” Rian mengacak-acak rambutku sekali lagi.
***
Jam menunjukkan pukul 11.30 malam. Televisi di ruang tamu villa masih menyala. Aku penasaran dengan mimpiku. Apakah di daerah itu benar-benar akan terjadi longsor?
Nina tertidur di sofa. Tadi dia kuminta menemani aku. Yah, bukan meminta, tapi memaksa.
“Headline News. Pemirsa, telah terjadi longsor di kawasan wisata Air Terjun Kaki Bukit. Dilaporkan dua rumah warga tertimbun longsoran. Beruntung, tak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut…”
Aku terbengong-bengong di depan televisi. Bagaimana mungkin kejadian yang ada di mimpiku sama persis dengan yang terjadi sekarang? Kecuali tentang Rian, tentunya.
Apa mimpi itu sebuah pertanda? Mungkin saja…
***
…Perpisahan Kelas – Misteri Malam di Kaki Bukit - Last Part…
Hari ini hari terakhir kami liburan di sini. Kejadian di mimpi itu masih terngiang di pikiranku. Aku jadi lebih sering mengirim SMS ke Rian, hanya untuk menanyakan keberadaannya. Yah, mungkin aku terlalu protektif padanya, mengingat dia bukan cowokku. Ah, maksudku, ‘belum jadi’ cowokku. Boleh kan aku berharap? :-P
Malam ini, kami akan mengadakan pesta syukuran kecil-kecilan. Tentu saja, masih dalam batas normal. Kami kan, hanya pisah kelas…
Pesta dimulai. Teman-teman duduk melingkar. Tumpeng mewah bikinan anak-anak yang ikut kelas Tata Boga sudah disiapkan di tengah lingkaran. Setelah berdoa, si tumpeng yang malang langsung hancur dijamah anak-anak.
“Duk… Duk…” seseorang memukul microphone. Yang lain langsung menoleh ke arah speaker. Ternyata yang membunyikan mik-nya adalah Rian.
Sementara yang lain teralih perhatiannya ke Rian, Indera mengambil kesempatan. Dia mengambil banyak-banyak lauk yang ada. Dasar cacingan.
“Eerrr… Temen-temen…” kata Rian, menghela napas sejenak, “gue mau nembak seorang cewe yang gue suka, saat ini juga.” Astajim… Tudepoin ni orang… Aku kali ya? Hehehe… Begitu pikirku. Semuanya bersorak, “ciieeeeee………”
Si cacingan Indera tiba-tiba sudah berada di samping Rian. Dia bertanya setengah berteriak, memprovokatori teman-teman, “Jadi, siapa cewek yang beruntung ngedapetin pangeran kelas kita ini?”
“Hhuuuuuuu………………”
“Sshh… Tenang semua. Sejak gue ngeliat dia, waktu MOS awal tahun ini,” katanya –Sinta langsung lemas, nggak mungkin dia. Dia kan teman sejak SMPnya-, “gue langsung suka sama dia. Dia baik banget ke gue. Dia yang selama ini jadi motivasi gue biar bisa jadi lebih baek,” dia menghela napas sejenak, “ Jadi, Lo mau nggak jadi pacar gue… TALITHA?”
“Ciiiieeeeeeeeeeeeeeeee………………………………..!!!!!!!!!!!”
Hah? Kepalaku rasanya berputar. Jantungku berdebar keras. Wajahku memerah.
“Hah? Aku?”
“Iya, kamu mau nggak?” dia terlihat sungguh-sungguh. Wajah imutnya terlihat sangat berharap.
“A-aku……”
Yah, kalian tau jawabannya kan??? :-P
♠ jya~! matta!! ♠
====================================================
PS : Haha... Gimana? ceritanya nggak banget yha??? Cerita ini terinspirasi dari pengalaman pribadi ku sendiri, lho... cuma diganti namanya. aku pernah mimpi salah seorang temenku,,yha,,kayak mimpinya Tata itulah. seharian nggak bisa tenang. sampe2 aku sms tuh orang. dia di mana. haha... nggak banget yha aku ini ........
1 komentar:
waa . kerendd han . ^^
buadd lgy yg lbiih seru . key?^^
Posting Komentar
komen...komen...komen...